Senin, 18 Maret 2013 - , 0 komentar

Air Mata Kecewa Melati


Warna malam yang hitam telah pudar terhapus datangnya pagi. Jarum jam berdetak melangkahi angka batas malam bersama acuan perdetik. Tatapan sinar mata Indah yang sayu Nampak mekar tak seperti biasanya ,ketika memandangi foto pernikahannya dengan Mashadi yang dipasang berada dinding ruang tamu.Kemarin siang bingkai fotonya diganti menyambut ulang tahun pernikahannya yang kedua belas.Adakah Mashadi tahu?.Indah bertanya dalam hati.

Busur panah mata Indah fokus mengarah sang pemilik wajah tampan, yang bibirnya memulas senyum.Dia adalah suami tercintanya dengan khas dua lesung pipit menghiasinya.Dalam foto Mashadi itu amat terlihat hangat.Nampak jelas bahwa ada yang menyelimuti jiwa Mashadi yang tertaut dengan senyumnya dalam satu aliran nadi yaitu cinta dan bahagia. Saat dimana jalinan mereka sebagai dua insan yang berbeda disatukan secara sakral dan suci . Mereka tersenyum bahagia.Tak dipaksa atau terpaksa untuk tersenyum. Dan tetap tersenyum pada setiap bidikan kamera saat itu.Mereka tersenyum karena hati yang berbunga-bunga.Bukan oleh karena tendensi.Bukan sama sekali.

Tapi untuk saat ini yang dirasakan Indah telah berbeda.Senyum suaminya telah berubah. Gambar wajahnya berbeda dengan yang dulu, dua belas tahunan yang lalu.Seolah tiada Aura bahagia yang terpancar di hati melainkan sebuah tujuan yang bukan suci lagi.

Mashadi mudah sekali emosi.Bahkan tega berbuat kasar padanya
.Bila menu makanan tak sesuai seleranya.Tak segan-segan ia membanting piring didepan kedua anaknya.

***

“Papa Jahat! Papa curang!” sesaat setelah melihat televisi Melati berteriak heboh hingga meramaikan seisi rumah yang semula sunyi.

Sampai-sampai Indah yang sibuk menyiapkan makan malam terusik mendengar jeritan putrinya yang pintar dan akan menyelesaikan pendidikannya dibangku sekolah dasar.Seperti malam-malam kemarin di bulan ini,tadi Mashadi mengabarkan membatalkan makan malam sekeluarga dan kemungkinan tidak pulang.Beralasan karena sibuk kerja mengharuskannya menempuh perjalanan yang tidak dekat untuk pulang-pergi.

“Lalu dengan siapa Melati marah-marah?…” Benak Indah dihadapkan penasaran atas sikap putrinya.

Indah bersegera mempercepat laju langkah kakinya menuju ruang keluarga dimana tadi Melati sedang asyik menikmati Film, Indah mendapati putrinya yang terkenal pintar disekolah itu menangis tersedu-sedu dengan dua telapak tangan menutup muka.

“Ada apa, sayang? Kenapa kok marah-marah ?” Indah datang menghampiri lalu membelai rambut Melati yang lurus dan panjang. Lalu memeluk dalam hangat kasih sayang.dihapusnya air mata yang luruh di pipi merah yang merona tergambar di wajah putrinya.

“Papa curang, Ma… !” Teriak Melati dengan suara serak. wajah manis Melati menghilang .Tak ada rona bahagia terpancar seperti hari biasanya.

“Papa lagi pergi, sayang….” Indah berujar bingung.Dalam hati ia penuh harap kepulangan suaminya.

“Itu berarti Papa curang, Ma…!” tukas Melati, ekspresinya penuh kesal “Mama tahu di mana Papa sekarang? Mama tahukan? Aku tadi telpon papa lima kali ma…! Tapi nggak diangkat-angkat?!…” Melati membrondongi mamanya dengan banyak pertanyaan.

Pikiran dan batin Indah serasa terkuras, untuk bisa memberi pengertian kepada anaknya demi meredakan tangisan dan sesegukan yang menyayat hati. Lama Indah berpikir.

“Papa sibuk sama teman-teman barunya,anakku.Sibuk ngurusin pekerjaan.Berjualan baju dari hasil konveksi bersama teman-temannya dari kota ke kota. Melati kangen sama papa ya? Mama juga kangen.Mungkin papa lagi nggak bisa diganggu.yang sabar ya sayang…”. Indah bertutur dengan nafas terputus-putus. Indah menguatkan dirinya demi jiwa anaknya yang tak tahu dunia orang dewasa.

Indah menghela napas panjang dan menghembuskannya lama. Apa yang dirasakan akhir-akhir ini ternyata menjalar dalam segenap perasaan putrinya.

Lama Indah beristighfar membujuk hatinya sendiri untuk bersabar.Indah meneruskan tanya pada Melati, “Kok Melati ngatain Papa curang,kenapa sayang?, coba bilang ke Mama? Jangan begitu dong sayang, sama Papa.Papa yang disana juga pasti kangen sama anak mama yang cantik..hmm…”

Melati dengan ekspresi masam menatap lurus dan tajam ke arah mata Indah. “Melati lihat tivi, Ma… Papa kayak yang di tivi itu”. Melati menunjuk film barat yang beradegan seorang mafia narkoba bersama perempuan-perempuannya.

“Melati melihat Papa. Papa dijalanan bersama dua orang perempuan.Melati tidak suka dari perempuan itu berpakaian gak pantas dan gak sopan.Ida,Sasa dan Tini.Semua teman Melati juga lihat papa. Melati malu ma…maluuu…Papa kok setega itu sama kita Ma… ?.” Cecar Melati protes pada Mamanya.

Indah terperanjat. Seketika resah dan gelisah. Ada hening menyeruak diantara mereka.Mata mereka berseteru mencari kebenaran dari apa yang telah terjadi.Masih terbayang pertengkaran kecil dengan suaminya kemarin ketika akan berpamitan izin pergi.Tapi setelah itu sempat minta maaf dan memberikan senyum datar.Senyumnya terasa hambar tanpa kehangatan. Indah sangat merindukan sosok suaminya yang dulu.

“Ma…Mama kok diam? “ Melati bertanya ditengah suasana yang berkecamuk.

Perasaan Indah terasa teriris pilu melihat Melati harus menelan kekecewaan.Indah terdiam dalam waktu sejenak lalu tetes air mata berderai tanpa ia bisa bendung lagi.Indah-pun beranjak menghindar dari Melati karena bingung harus bicara apa lagi.Ia melangkahkan kakinya menuju kamarnya dengan berlari-lari kecil.

***

Writter : Dechlia Alya

0 komentar:

Posting Komentar